Rabu, 07 Februari 2018

kebijakan pembangunan pada masa orde baru

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PADA MASA ORDE BARU


           Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaanmasa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ketika kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanakan amanat masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan nasional yang diupayakan melalui Program Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui pembangunan lima tahun (Pelita) yang di dalamnya memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia.

          Dalam usaha mewujudkan tujuan nasional maka Majelis Permusyawaratan Rakyat sejak tahun 1973-1978-1983-1988-1993 menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN). GBHN merupakan pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya yang kemudian dijabarkan dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Repelita berisi program-program kongkrit yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun, dalam repelita ini dimulai sejak tahun 1969 sebagai awal pelaksanaan pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Kemudian terkenal dengan konsep Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994) menurut indikator saat itu pembangunan dianggap telah berhasil memajukan segenap aspek kehidupan bangsa dan telah meletakkan landasan yang cukup kuat bagi bangsa Indonesia untuk memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (1995-2020).

          Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep pembangunan nasional yang terkenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan, yaitu: 
1. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
2. pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

          Sejak Pembangunan Lima Tahun Tahap III (1 April 1979-31 Maret 1984) maka pemerintahan Orde Baru menetapkan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu: 
(1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan perumahan
(2) pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan 
(3) pemerataan pembagian pendapatan
(4) pemerataan kesempatan kerja
(5) pemerataan kesempatan berusaha 
(6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita
(7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
(8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.


        4 Sektor Pembangunan Pada Masa Orde Baru

Bidang
Kegiatan
 1. Pertanian 
1. Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL)
        PPL memperkenalkan dan menyebarluaskan teknologi pertanian kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah menempatkan para penyuluh pertanian di tingkat desa dan kelompok petani. Selain program penyuluhan, kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, pemirsa), juga menjadi salah satu program pembangunan pertanian Orde Baru yang khas.Diperkenalkan juga manajemen usaha tani, dimulai dari Panca Usaha Tani, Bimas, Operasi Khusus, dan Intensifikasi Khusus yang terbukti mampu meningkatkan produksi pangan, terutama beras

2. KUD (Koperasi Unit Desa)
      Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai bagian dari pembangunan nasional. Badan Usaha Unit Desa (BUUD)/KUD melakukan kegiatan pengadaan pangan untuk persediaan  nasional yang diperluas dengan tugas menyalurkan sarana produksi pertanian (pupuk, benih dan obat-obatan). Koperasi di pedesaan terus dipacu untuk meningkatkan produktivitasnya. Kebijakan terus mengalir guna menopang kegiatan di daerah pedesaan.  BUUD yang semula hanya dilibatkan dalam program Bimbingan Massal (Bimas sektor pertanian pangan), kemudian ditingkatkan menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) dengan tugas serta peranan yang terus dikembangkan. Instruksi Presiden (Inpres) No.4, Tahun 1973, Tentang Unit Desa dikeluarkan 5 Mei 1973, menjadi tonggak yuridis keberadaan KUD. Kebijakan tersebut dilanjutkan dengan Instruksi Presiden No. 4, Tahun 1973, yang membentuk Wilayah Unit Desa (Wilud), pada akhirnya menjadi Koperasi Unit Desa (KUD)
Menunjuk Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada dengan membentuk Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Maka lahirlah Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai bagian dari pembangunan nasional.

3. BULOG (Badan Urusan Logistik ) 
     Pembangunan ditekankan pada penciptaan institusi pedesaan sebagai wahana pembangunan dengan membentuk Bimbingan Massal (Bimas) yang diperuntukkan meningkatkan produksi beras dan koperasi sebagai organisasi ekonomi masyarakat pedesaan. Sekaligus menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam menyalurkan sarana pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Di sisi lain pemerintah juga menciptakan Badan Urusan Logistik (BULOG). 

4. BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian)
      Mengembangkan institusi penelitian seperti  yang berkembang untuk menghasilkan inovasi untuk pengembangan pertanian yang pada masa Soeharto salah satu produknya yang cukup terkenal adalah Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW).

2. Pendidikan
1.SD INPRES
       SD Inpres  bertujuan untuk memperluas kesempatan belajar, terutama di pedesaan dan bagi daerah perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah. Pada 1973, Soeharto mengeluarkan Inpres No 10/1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD. Pelaksanaan tahap pertama program SD Inpres adalah pembangunan 6.000 gedung SD. Pada tahun-tahun awal pelaksanaan program pembangunan SD Inpres, hampir setiap tahun, ribuan gedung sekolah dibangun. Sebelum program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dilaksanakan,  jumlah gedung SD yang tercatat pada tahun 1968 sebanyak 60.023 unit dan gedung SMP 5.897 unit. Pada awal Pelita VI, jumlah itu telah meningkat menjadi sekitar 150.000 gedung SD dan 20.000 gedung SMP. Pembangunan paling besar terjadi pada periode 1982/1983 ketika 22.600 gedung SD baru dibuat. Hingga periode 1993/1994 tercatat hampir 150.000 unit SD Inpres telah dibangun. 

2. Program wajib belajar 6 tahun
     Soeharto menyatakan bahwa kebijakannya bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama dan adil kepada 
Sumber : Yayasan Lalita, 1979 Gambar 4.8 Pak Harto saat mengunjungi kelas di salah satu SD Inpres Sejarah Indonesia 133 seluruh anak Indonesia berusia 7-12 tahun dalam menikmati pendidikan dasar. Program wajib belajar itu mewajibkan setiap anak usia 7-12 tahun untuk mendapatkan pendidikan dasar 6 tahun (SD). Program ini tidak murni seperti kebijakan wajib belajar yang memiliki unsur paksaan dan sanksi bagi yang tidak melaksankannya. Pemerintah hanya mengimbau orangtua agar memasukkan anaknya yang berusia 7-12 tahun ke sekolah. Negara bertanggung jawab terhadap penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan, seperti gedung sekolah, peralatan sekolah, di samping tenaga pengajarnya.  Meski program wajib belajar tidak diikuti oleh kebijakan pembebasan biaya pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, pemerintah waktu itu beruapya mengatasinya melalui program beasiswa. Untuk itu, kemudian muncul program Gerakan Nasional-Orang Tua Asuh (GN-OTA). 

3. Program Wajib belajar 9 Tahun
          Sepuluh tahun kemudian, program wajar berhasil ditingkatkan menjadi 9 tahun, yang berarti anak Indonesia harus mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP. Upaya pelaksanaan wajib belajar 9 tahun pada kelompok usia 7-15 tahun mulai diresmikan pada Pencanangan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada 2 Mei 1994. Kebijakan ini diperkuat dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 1 Tahun 1994. 

4. Kelompok Belajar
       Setelah perluasan kesempatan belajar untuk anak-anak usia sekolah, sasaran perbaikan bidang pendidikan selanjutnya adalah pemberantasan buta aksara. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa masih banyak penduduk yang buta huruf. Dalam upaya meningkatkan angka melek huruf, pemerintahan Orde Baru mencanangkan penuntasan buta huruf pada 16 Agustus 1978. Cara yang ditempuh adalah dengan pembentukan kelompok belajar atau ”kejar”. Kejar merupakan program pengenalan huruf dan angka bagi kelompok masyarakat buta huruf yang berusia 10-45 tahun. Tutor atau pembimbing setiap kelompok adalah masyarakat yang telah dapat membaca, menulis dan berhitung dengan pendidikan minimal sekolah dasar. Jumlah peserta dan waktu pelaksanaan dalam setiap kejar disesuaikan dengan kondisi setiap tempat.


3. Keluarga Berencana (KB)
1. Penyuluhan KB
          Pada masa Orde Baru dilaksanakan program untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang dikenal dengan Keluarga Berencana (KB). Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi 1,6%. Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dan peningkatan kesejahteraannya. Keberhasilan ini dicapai melalui program KB yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Berbagai kampanye mengenai perlunya KB dilakukan oleh pemerintah, baik melalui media massa cetak maupun elektronik.

4. Kesehatan Masyarakat, Posyandu
1. PUSKESMAS
    Perkembangan puskesmas bermula dari konsep Bandung Plan diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah pada tahun 1951, Bandung Plan merupakan suatu konsep pelayanan yang menggabungkan antara pelayanan kuratif dan preventif. Tahun 1956 didirikanlah proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti di Lemah Abang, yaitu model pelayanan kesehatan pedesaan dan pusat pelatihan tenaga.

2. POSYANDU
Pada 12 November 1962 Presiden Soekarno mencanangkan program pemberantasan malaria dan pada tanggal tersebut menjadi Hari Kesehatan Nasional (HKN). Pada tahun 1984 dikembangkan Posyandu, yaitu pengembangan dari pos penimbangan dan kurang gizi. Posyandu dengan 5 programnya yaitu, KIA, KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi. Posyandu bukan saja untuk pelayanan balita tetapi juga untuk pelayanan ibu hamil. Bahkan pada waktu-waktu tertentu untuk promosi dan distribusi Vit.A, Fe, Garam Yodium, dan suplemen gizi lainnya.  Bahkan Posyandu saat ini juga menjadi andalah kegiatan penggerakan masyarakat (mobilisasi sosial) seperti PIN, Campak,  dan Vit A.


KONDISI KEBIJAKAN PADA SAAT INI

Agar sasaran pertumbuhan ekonomi dapat terpenuhi, pemerintah harus melaksanakan kebijakan makroekonomi yang terukur dan berhati-hati di berbagai bidang. Kebijakan-kebijakan di berbagai bidang, yang nantinya akan menuju kepada suatu pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development, antara lain yaitu:

1.             Dalam bidang pendidikan, sasaran dari kebijakan pembangunan ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan meningkatnya mutu pendidikan, yang antara lain ditandai oleh menurunnya jumlah penduduk buta huruf; meningkatnya secara nyata presentase penduduk yang dapat menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun dan pendidikan lanjutan dan berkembangnya pendidikan kejuruan yang ditandai oleh meningkatnya jumlah tenaga terampil;
2.             Dalam bidang kesehatan, peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, antara lain, ditandai oleh meningkatnya angka harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi, dan kematian ibu melahirkan;
3.             Dalam bidang pangan, terciptanya kemandirian dalam bidang pangan pada akhir tahun 2014 ditandai dengan meningkatnya ketahanan pangan rakyat, berupa perbaikan status gizi ibu dan anak pada golongan masyarakat yang rawan pangan, membaiknya akses rumah tangga golongan miskin terhadap pangan, terpelihara dan terus meningkatnya kemampuan swasembada beras dan komoditas pangan utama lainnya, menjaga harga pangan yang terjangkau bagi masyarakat kelompok pendapatan menengah bawah, menjaga nilai tukar petani agar dapat menikmati kemakmuran, dan meningkatkan daya tawar komoditas Indonesia dan keunggulan komparatif (comparative advantage) dari sektor pertanian Indonesia di kawasan regional Asia dan Global;
4.             Dalam bidang energi, membangun ketahanan energi dengan mencapai diversifikasi energi yang menjamin keberlangsungan dan jumlah pasokan energi di seluruh Indonesia dan untuk seluruh penduduk Indonesia dengan tingkat pendapatan yang berbeda-beda, meningkatkan penggunaan energi terbarukan (renewable energy) dan berpartispasi aktif dan memanfaatkan berkembangnya perdagangan karbon secara global, meningkatkan efisisensi konsumsi dan penghematan energi baik di lingkungan rumah tangga maupun industri dan sektor transportasi, dan memproduksi energi yang bersih dan ekonomis;
5.             Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Selain itu terus dilakukan program reboisasi, penghutanan kembali (reforestasi) dan program pengurangan emisi karbon;
6.             Dalam rangka mengatasi dampak pemanasan global, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, Indonesia, pada tahun 2009, dalam pertemuan G 20 di Pitsburgh dan Konvensi Internasional tentang Perubahan Iklim di Copenhagen telah berinisitaif memberikan komitmen mitigasi dampak perubahan iklim berupa penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2020 sebesar 26% dari kondisi tanpa rencana aksi (business as usual – BAU) dengan usaha sendiri serta penurunan sebesar 41% dengan dukungan internasional. Upaya penurunan emisi GRK tersebut terutama difokuskan pada kegiatan-kegiatan kehutanan, lahan gambut, limbah dan energi yang didukung oleh langkah-langkah kebijakan di berbagai sektor dan kebijakan fiskal;
7.             Dalam bidang infrastruktur, meneruskan pembangunan dan pasokan infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas berbagai prasarana penunjang pembangunan seperti jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, listrik, irigasi, air bersih dan sanitasi serta pos dan telekomunikasi; dan
8.             Dalam bidang usaha Kecil dan Menengah, langkah-langkah yang dilakukan adalah, meningkatkan dan memajukan usaha kecil menengah dengan menambah akses terhadap modal termasuk perluasan Kredit Usaha Rakyat (KUR), meningkatkan bantuan teknis dalam aspek pengembangan produk dan pemasaran, melaksanakan kebijakan pemihakan untuk memberikan ruang usaha bagi pengusaha kecil dan menengah, serta menjaga fungsi, keberadaan serta efisiensi pasar tradisional.


#sejarah_pembangunanordebaru

Kamis, 21 September 2017

PEMBERONTAKAN DI/TII

Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa tidak berhenti disitu saja tetapi perjuangan masih tetap dilakukan untuk menghadapi berbagai permasalahan adanya pemberontakan di Indonesia. Permasalahan masih terus saja muncul terhadap pemerintah. Salah satu pemberontakan yang ada di Indonesia adalah pemberontakan DI/TII yang berlangsung sampai melebar kebeberapa daerah di Indonesia. Pemberontakan DI/TII ini dilakukan dengan menyerang TNI dan Pemerintah.
Pemberontakan DI/TII adalah pemberontakan yang meluas kebeberapa daerah Indonesia yang bermula di jawa Barat yang dipimpin oleh S.M Kartosuwiryo yang bercita cita untuk mendirikan Negara Islam di Indonesia. 

   
                                

Ø     PEMBERONTAKAN  DI/TII di Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo (S.M. Kartosuwiryo). Dalam kehidupan Kartosuwiryo ia mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk memujudkan cita-citanya, Kartosuwiryo mendirikan sebuah pesantren di Malangbong Garut, yaitu Pesantren Sufah. Pesantren Sufah selain menjadi tempat menimba ilmu keagamaan juga dijadikan sebagai tempat latihan kemiliteran Hizbullah dan Sabillah. Dengan pengaruhnya, Kartosuwiryo berhasil mengumpulkan banyak pengikut yang kemudian dijadikan sebagai bagian dari pasukan Tentara Islam Indonesia (TII). Dengan demikian, kedudukan Kartosuwiryo semakin kuat.Kartosuwiryo menyatakan pembentukan Darul Islam (Negara Islam/DI) dengan dukungan TII di Jawa Barat. Dan Kartosuwiryo tidak mau mengakui tentara RI kecuali mereka mau bergabung dengan DI/TII. pemerintah pun bersikap tegas untuk menghadapi pemberontakan ini. Dan mengerahkan operasi militer “Pagar Betis” dari pasukan kodam siliwangi. Tentara pemerintah menyertakan juga masyarakat untuk mengepung tempat tempat DI/TII.

Ø  Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Pemberontakan yang menyebar ke daerah Jawa Tengah ini dipimpin oleh Amir Fatah untuk mengambil alih markas TNI. Amir Fatah ialah seorang komandan laskar Hizbullah di Tulangan, Sidoarji, dan Mojokerto. Setelah mendapat pengikut, Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri untuk bergabung dengan DI/TII pada tanggal 23 Agustus 1949 di Desa Pengarasan, Tegal. Amir Fatah Kemudian diangkat sebagai Komandan Pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Selain itu, di Kebumen muncul pemberontakan DI/TII yang dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Somalangu. Kedua gerakan ini bergabung dengan DI/TII Jawa Barat, pimpinan Kartosiwiryo. Pemberontakan di Jawa Tengah ini menjadi semakin kuat setelah Batalion 624 pada Desember 1951 membelot dan menggabungkan diri dengan DI/TII di daerah Kudus dan Magelang.untuk menumpas pemberontakan ini dilakukan operasi Gerakan Banten Negara oleh Banteng Raiders(Diponegoro). Pemerintah juga melakukan demobilisasi AUI atau Angkatan Umat Islam. Dan Tentara RI berhasil menumpas pemberontakan ini.

Ø  Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

pemberontakan ini juga terjadi di Sulawesi Selatan. Pemberontakan DI/TII ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Kahar Muzakkar yang masih melanjutkan cita cita Kartosuwiryo untuk mendirikan Negara Islam. Sebagai ketua Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang beranggotakan sekitar 15.000 gerilyawan menuntut pemerintah agar semua anggotanya diangkat menjadi tentara pemerintah, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ditolak, karena keanggotaan APRIS melalui seleksi. Penolakan itu mengecawakan, karena yang lolos seleksi justru Andi Aziz dan anak buahnya yang bekas tentara KNIL. Kekecawaan memuncak ketika Letkol Warouw diangkat sebagai komandan Korps Cadangan Tentara Nasional (CTN), sehingga Kahar Muzakkar melarikan diri ke hutan dan memproklamasikan diri sebagai bagian dari NII pimpinan Kartosuwiryo.Namun pemberontakan ini tidak berlangsung lama karena Pemerintah melakukan operasi militer untuk menangkap Kahar Muzakkar dan Kahar Muzakkar pun berhasil ditangkap dan bisa menumpas pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini.

Ø  Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Pemberontakan masih dilakukan DI/TII di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Pemberontakan ini juga masih untuk mendirikan Negara Islam di Indonesia. Pemberontakan ini juga tidak berlangsung lama. Untuk menghadapi pemberontakan ini pemerintah melakukan penangkapan Ibnu Hajar dengan operasi militer.

Ø  Pemberontakan DI/TII di Aceh

Pemberontakan ini juga dilakukan di Aceh yang dipimpin oleh Kartosuwiryo lagi karena dia masih berkeinginan untuk mewujudkan Negara Islam. Pemerintah pun untuk mengakhiri pemberontakan ini dengan menyelenggarakan musyawarah kerukunan Rakyat Aceh.
Gerakan DI/TII secara bertahap dapat dipadamkan. Operasi militer yang paling lama adalah pengkapan Kartosuwiryo yang baru memperoleh hasil pada tanggal 14 Agustus 1962. Melalui pengadilan Mahkamah Angkatan Darat, Kartusowiryo dijatuhi hukuman mati.

#sejarah_DI/TII

Rabu, 30 Agustus 2017


Demokrasi Parlementer


          Di Indonesia sebelum menganut sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin, pernah m,enganut sistem Demokrasi Parlementer. Pada masa itu ada 7 kabinet yang memegang sistem pemerintahan. namun kabinet mengalami jatuh bangun menjalankan sistem pemerintahan di Indonesia. sehongga pemerintahan di Indonesia tidak berjalan dengan sebagaomana mestinya. Dan juga kabinet sering kali mengalami pergantian kabinet.Apa sih sebenarnya Demokrasi parlementer itu? Di bawah ini saya akan membahas tentang Demokrasi Parlementer dan hal hal yang berkaitan dengan Demokrasi Parlementer.

        Demokrasi parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan yang parlemennya memiliki peranan penting dalam pemerintahan dan ditandai dengan berjalannya sistem kabinet parlementer.Kabinet parlementer adalah kabinet disusun menurut perimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen dan sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh wakil-wakil partai dalam parlemen, presiden hanya merupakan lambang kesatuan saja.
Pada Demokrasi Parlementer ada istilah yang disebut dengan zaken kabinet (kabinet djuanda), zaken kabinet adalah kabinet yang beranggotakan dari kalangan nonpartai (kalangan professional).
Lalu alasan sering kali terjadi pergantian kabinet adalah adanya perbedaan kepentingan diantara partai partai yang ada dan perbedaan diantara partai-partai tersebut tidak pernah dapat terselesaikan dengan baik dan juga  munculnya mosi tidak percaya terhadap suatu kabinet.

 7 kabinet pada masa Demokrasi Parlementer beserta program kerja dan alasan pembubarannya adalah sebagai berikut:  
 
1.      Kabinet Natsir (Masyumi) 1950-1951
Program kerja dari Kabinet Natsir antara lain sebagai berikut:
·         Menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman.
·         Konsolidasi dan menyempurnakan pemerintahan.
·         Menyempurnakan organisasi angkatan perang.
·         Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan.
·         Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS.
2.      Kabinet Sukiman (Masyumi) 1951-1952
Berikut Program Kerja Kabinet Sukiman antara lain sebagai berikut:
·         Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketenteraman serta menyempurnakan organisai alat-alat kekuasaan negara.
·         Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangkapendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan.
·         Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan menyelenggarakan pemilu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah.
·         Meyiapkan undang-undang (UU) pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.
·         Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
·         Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia secepatnya.
Kejatuhan Kabinet Soekiman merupakan akibat dari ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security Act ( MSA ).
3.      Kabinet Wilopo (PNI) 1952-1953
Program kerja Kabinet Wilopo antara lain sebagai berikut:
·         Mempersiapkan pemilihan umum.
·         Berusaha mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
·         Menigkatkan keamanan dan kesejahteraan.
·         Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran.
·         Melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif.
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
4.      Kabinet Ali Sastoamijoyo I (PNI) 1953-1955
Program empat pasal sebagai berikut:
·         Program dalam negeri, anatara lain meningkatkan kemanan dan kemakmuran, serta segera diselenggarakan pemilihan umum.
·         Pembebasan Irian Barat secepatnya.
·         Program luar negeri, antara lain pelaksanaan politik bebas aktif dan peninjauan kembali ke persetujuan KMB.
·         Penyelesaian pertikaian politik.
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

5.      Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) 1955-1956
Berikut program kerja Kabinet Burhanddin Harahap:
·         Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan Masyumi.
·         Akan dilaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi.
·         Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke Republik Indonesia.
Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum.
6.      Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI) 1956-1957
Program pokok Kabinet Ali Sastroamijoyo II antara lain sebagai berikut:
·         Pembatalan KMB.
·         Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Reupblik Indonesia.
·         Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan ekonomi, keuangan, industri, perhubunan, pendidikan, serta pertanian.
·         Melaksanakan keputusan Konferensi Asia Afrika.
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi (Januari 1957), membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden pada tanggal 14 Maret 1957.
7.      Kabinet Djuanda (Zaken Kabinet) 1957-1959
Program-program Kabinet Karya (Kabinet Djuanda) sebagai berikut:
·         Membentuk Dewan Nasional.
·         Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
·         Melanjutkan pembatalan KMB.
·         Memperjuangkan Irian Barat kembali ke Republik Indonesia.
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

#sejarah_7kabinetparlementer


kebijakan pembangunan pada masa orde baru

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PADA MASA ORDE BARU            Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekua...